Monday, June 28, 2010

Elina Shakila - Part 9

Bayu dari Selat Melaka kini telah bertukar menjadi angin malam yang bertiup syahdu. Mentari telah pun selesai berlabuh di ufuk barat dan meninggalkan hamparan langit untuk dihiasi kerlipan bintang-bintang dan cahaya rang bulan.

Malam terakhir aku dan Lina. Segalanya akan berakhir di sini, di kamar sepi di Port Dickson ini. Aku berjaya juga membawa di ke PD dengan alasan mesyuarat di Cyberjaya. Umpan kerinduan tidak bersamanya telah Lina terima. Dalam perjalan ke sini kami tiada banyak bicara. Tanganku tidak lepas memegang jemari Lina dan semenjak kami check-in tadi, aku dapat merasakan Lina sudah menjangkakan sesuatu.

Aku dan Lina duduk berdua di balkoni menikmati angin malam, memerhati keindahan bintang-bintang. Selesai sahaja gaulan asmara kami, aku dan Lina pergi menjamu selera.

“This is our last night together...” kataku…tiada cara lain melainkan straight to the point… “you can take my car, I want to stay here alone tonite and will go back tomorrow. I will take it from rumah mak later…”

“yes Jimi, somehow I know that, I know you are going to say that even before we arrive…” sahut Lina, tanpa terkejut, terpaku atau terpegun. Lina dah tahu seperti yang aku jangka.

“I wanted to tell you earlier, I wanted to avoid us from making love, but I can’t, forgive me Lina…forgive me for everything…forgive me for making all the false promises…”

“shhhh…” Lina mententeramkan aku, “it’s not your fault alone Jimi, I wanted us to happen too…”

“kita terpaksa berpisah Lina…untuk kebaikkan semua orang…untuk kebaikkan you dan Joie juga…”

“what about you..”

“I’ll be fine…” aku temberang.

Aku tahu Lina merasai kesakitan, keperitan yang sedang aku lalui. Airmataku berlinangan. Tangisan sesalan, tangisan perpisahan.

“what’s next?” tanya Lina.

“make Joie happy…make him proud of you…love him, with all your heart, make him your life, as its supposed to be…”

“what about my heart, Jimi…”

“you are free Lina, your heart has always been free and it should be with Joie…I’ve only borrowed it for a while, selfishly, for my own good and without thinking of the consequences…”

Lina diam. Aku diam dan aku peluk dirinya seerat yang mungkin. Buat kali terakhir.

Orkestra bayu malam itu mendendangkan lagu syahdu menemani tangisan aku.

Lina melangkah pergi bila aku melepaskan pelukkanku… “goodbye Jimi…” ringkas kata-katanya.

Aku tidak menghalang. Pemergian Lina adalah noktah terakhir yang aku perlukan. Baris penamat yang aku inginkan untuk mengharungi hari-hari berikutnya.

“Bye my love…don’t look back…” balasku.

Lina seakan tersentak dengan kata-kata aku itu. Dia berhenti dan kemudian belari mendapatkan aku semula. Lina memelukku, mengambil tanganku dan menciumnya, kemudian mengucup pipiku. Linangan airmatanya membasahi pipiku. Namun dia tahu, perpisahan ini adalah yang terbaik, untuk dia, Joie dan untuk aku.

Lina melangkah keluar dari bilik. Pintu dibiar terbuka. Kekosongan melanda hatiku. Aku terasa bagai lilin yang selami ini menerangi hidup aku telah dipadamkan. Aku keseorangan. Aku kesepian.

treettttttreeetttrreeeet …handphone aku bergegar…Lina membuat panggilan…

“yes sweetie…”

“Jimi…I love you…”

click - trrrrrrr














- end -

No comments: